7 JB

JUST BELIEVE
Deg!
Deg!
“aku mohon bagunlah”
            Am i dead? Kenapa dunia begitu sunyi. Ayah ibu diman kalian? Devi? Rei?. Kenapa kalian pergi?.
Deg!
Deg!
            Seseorang tolong bantu aku?!
“kau hanya perlu berlari. Ayo berlarilah!”
            Siapa lagi ini, seseorang berbisik dan meneriakiku?
“dasar bodoh, kalau kau ingin tetap huidup berlarilah!”
            Dia mendorongku kuat. Aku terlonjak. Seseorang bersayap menarikku ditengah cahaya yang bersinar menatap padaku. Aku hanya bisa terpejam. Jika benar ini akhir dari hidupku. Maka biarkan kau berakhir dengan tenang.
            Tunggu, ini tidak bisa berakhir seperti ini. Aku bahkan belum mengucaokan selmat tinggal pada devi, ayah, ibu, ataupun rei. Tuhan beri aku satu kesempatan lagi. Setidaknya hanya untuk mengucapkan selamat tinggal kepada mereka yang menyayangiku.
“Ya T uhan, jangan kau ambil anakku dulu!”
            Aku mengerjap ketika ku tau selimut putih setengah menghalangi pandanganku.
“ibu?.........”
            Ditengah tangisannya, aku bisa mendengar dia terus memaki dirinya.
“andaiku tahu bahwa hidupmu hanya tinggal selembar kertas putih maka aku tidak akan pernah menodainya.”
“ibu?...........”
“Ya Tuhan!”
            Tangisnya pecah. Aku bisa merasakkannya.
“ibu” suaraku lirih....
“anakku belum mati!”
            Aku merasakkan alas tidurku bergerak, kemana mereka membawaku?
“bukankah sudah ku katakan anakku belum mati”
            Ia memaki siapa saja.
“ibu...............!”
            Hening......
“ibu!”
“buka selimutnya tidakkah kau mendengar dia memanggilku?!”
            Mereka masih terdiam, kenapa selimut putih ini masih menutupiku. Andai aku masih memiliki energi untuk menariknya lepas, sayangnya semua sia-sia. Aku terlalu lelah mengingat itu?. Itu?
“aku bilang, BUKA!”
“sayang, kau tidak harus bertingkah seperti ini. Biarkan dia pergi dengan tenang”
            Kini ayahku berani bersuara setelah apa yang terjadi.
“aku mohon kali ini percaya padaku.”
“baiklah, buka selimutnya.”
“ibu.....!”
            Aku mengerjap sambil memanggil ibuku. Tangan hangat memelukku.
“bukankah sudah ku katangan dia belum mati, semua baik-baik saja sayang ibu disini”
            Saat itulah aku mengerti, kalau Devi, Rei dan semua memory itu, hanyalah sebuah mimpi. Jika mimpi itu nyata, maka bawa aku padanya.
“makanlah ini, buah ini baik untukmu”
“ibu, kau tidak harus begini. Aku bisa makan sendiri. Aku sudah besar”
“kau benar kau memang sudah besar, tapi tidak dalam keadaan seperti ini”
“berhenti bersikap biasa, selama kau sakit maka kau adalah anak kecil, mengerti?”
“ya ibu”
            Pernahkah kau berpikir, bagaimana pertarungannya melawan maut. Kembali aku menatap wajahnya yang penuh guratan menandakan umurnya kini tak lagi muda. Aku tau dia tersenyum atas keajaiban yang kemarin malam menghampiriku. Yang bisa kulakukan berterimamkasih kepada yang telah menarik dan membawaku pergi. Setidaknya aku masih bisa melihatnya tersenyum padaku. Senyum? Sepertinya aku pernah menyukai senyum seseorang, sepertinya ibuku. Ya ibuku.
“akh!”
“kau kenapa?”
“ah tak apa bu”
“berbaringlah”
            Aku memunggunginya. Aku bisa merasakannya, saat ia mengelus lembut pundakku.
“aku pikir aku kehilanganmu...”
            Hening sesaat. Aku menangis, aku berusaha menahannya. Aku tak bisa terlihat begitu lemah didepannya. Setidaknya, jangan menambah beban pikirannya.
“kau mungkin lelah, beristirahatlah”
            Langkahnya, menandakan ia begitu lemah didalam. Senyumnya memang indah tapi hatinya jauh lebih dari itu. Kenop pintu seakan sengaja dibuka saat tau seseorang menanti didepannya.
“oh, anda. Mari silakan masuk”
“oh iya”
“kenapa begitu tiba-tiba, aku bahkan belum mempersiapkan apapun”
“ah tak apa, kami mendengar bahwa tari sedang sakit. Pasti keajaiban itu benar-benar sesuatu yang kau harapkan”
“tentunya, aku tak siap untuk kehilangannya”
“aku bisa mengerti itu. Oh ya.. ini......”
            Tiba-tiba suara mereka terdengar seperti bisikan saat ku dengar knop pintu kembali berbunyi aku yakin mereka sudah pergi. Sebuah tangan menyentuh pundakku. Aku kembali merasakan kehangatan.
“ibu, kau tak perlu khawatir”
            Aku mengelus tangannya pelan, dan menariknya ke atas pembaringanku. Menarik tangannya menuju pinggangku dan mendekapnya erat.
“kau tau ibu, saat detik menegangkan kemarin. Sebelumnya ak bermimpi bertemu pria dengan senyum yang sangat manis. Saat dia tersenyum pipi itu terangakt dengan amat manis dan matanya. Matanya, matanya begitu indah. Tinggi, kulit kecoklatan, ketampanannya seolah obat tersendiri bagiku. Saat ku tau seseorang meneriakiku. Aku terbangun dan mendapati aku hampir mati. Jika Tuhan menyayangiku aku berdoa semoga Tuhan mempertemukanku dengannya. Namanya Rei. Hmmm... tidurlah kau pasti lelah”
            Ia merapat pada tubuhku...........merapat dan merapat. Lalu mengecup keningku pelan. Aku memejamkan mataku. Lalu membukanya...........
            Terima kasih Tuhan........
TBC

Comments

Popular posts from this blog

RAHASIA KANI SIPI: PERTEMUAN

STORY OF MY LIFE

Just Believe Part 15