Just Believe Part 16

Just Believe
24 Mei 2014
bulir-bulir kristal air mulai tampak mengumpul di ujung dedaunan pohon cemara. mereka mulai mengabsen diri untuk mulai bertransformasi menjadi sesuatu yang baru. Casuarina cunninghamiana berselimut salju berbaris rapi satu pertasu, sinar pagi menambah keindahan mereka diantara dua bukit yang mulai tampak megah. Andai waktu bisa berhenti, aku ingin bisa selalu mengagumi ciptaan-Nya di pagi hari dan disetiap kali aku membuka mata dan memalingkan wajahku. 
     Aku berjalan menuju perapian, menambahkan beberapa bongkah kayu, sembari menggosok-gosokan kedua tanganku, memberitak mereka kehangatan. dengan kemeja putih yang hampir menutupi sebagian tubuhku, aku mulai berjalan gontai, mengambil selendang biru pemberian devi dan menuju balkon untuk bisa menikmati suasana pagi ditemani kicauan burung gereja yang bermain riang. 
"eeuuummm... aahh!" berusaha merenggangkan badan yang hampir remuk akibat perbuatannya. 
"ciit..ciit..ciit"
"kalian terlihat begitu senang"
"ciit...ciittt"
     Hanya sahutan kecil dari mereka yang kuterima.
"kreeek.."
     Aku menoleh dan mendapati pria ini, sedang mengusap kedua matanya. menguap sepuas yang ia mau, dengan tampilan yang bahkan sulit untuk dijelaskan dengan 1 atau 2 kalimat. keadaannya saat ini bisa dibilang cukup mengenaskan, boxer putih selututnya, rambutnya yang berantakan, kaos oblong putih yang ia gunakan bahkan tak serapi tadi malam, kerutan dimana-mana.
"eoh kau sudah bangun"
"eum? ya. aaahhh! rasanya badanku remuk tak bertulang. semua ini karna dirimu. apa dipagi hari ini kau mau menggodaku?"
"apa?"
"itu" ia menunjuk ke arah kemeja yang ku gunakan, kancingnya terlepas dibagian atas.
"eoh? maaf" aku berbalik dan mengancingkannya.
"biarkan saja" kurasakan lantai bergoyang dan sebuah tangan tengah memeluk pinggangku posesif.
"aku sudah puas me-"
"sssstttt... tidak ada pembicaraan seperti itu dipagi hari"
"tapi aku memang-" kulepaskan paksa pelukannya dan menjauh.
"baiklah baiklah aku mengerti" ia memeluku lagi.
deg...deg..deg...
     Satu kelemahanku, jantungku akan berpacu dengan cepat setiap kali ia menyentuhku. meski itu hanya berjabat tangan atau mengusap pipiku lembut.
"aku bisa merasakan detak jantungmu" 
"benarkah?"
"eum... deg deg deg seperti itu"
"semua itu karnamu?"
"benarkah?" ia meletakan dagunya dipundaku dan menghirupnya lembut.
"kau bahkan sangat wangi meski belum mandi"
"tentu saja aku selalu menjaga penampilanku, tidak sepertimu" ia mempererat pelukanya.
"aku?"
"ehem benar, kau biasa dan tidak cukup keren. tapi entah mengapa aku jatuh cinta padamu? sihir apa yang kau pakai untuk meluluhkan hati seorang putri sepertiku?"
"mungkin pesonaku yang sulit untuk kau pungkiri"
"terlalu percaya diri"
"kenyataannya begitu" ia menyibakan rambutku kesamping.
"hari pertama apa yang ingin kau lakukan?" aku mengusap tangannya yang menepel diperutku.
"memandangimu sepanjang hari"
"maksudku kegiatan sungguhan, keluar?"
"aku mengikuti kemana kau ingin pergi"
"benarkah?"
"ya"
"baiklah, hari ini aku ngin kepantai. waktu perjalanan kemarin aku melihat pantai yang indah sekali. boleh?"
"tentu, apapun yang kau inginkan"
"terima kasih dit" aku berbalik dan mengecupnya pelan."aku tak tau kau akan menjadi rimantis setelah menikah"
"tck tck"
"kenapah?"
"kau benar-benar membuatku berharap hari ini segera berganti malam"
"astaga!" aku bergidik ngeri menjauhinya.
"kenapa?"
"kau membuatku takut" aku berjalan masuk kedalam kamar.
"kau mau kemana?"
"mandi" jawabku singkat.
"baiklah, ayo kita mandi bersama" ia berlari pelan ke arahku.
"apa?! tidak!" aku segera berlari menuju kamar mandi.
"ayolah buka pintunya."
"tidak, tunggu aku selesai, mengerti? jadilah suami yang penurut dan menungg istrinya berbenah diri, eoh?"
"baiklah baiklah kali ini kau kulepaskan lain kali, jangan pernah berharap"
"kau benar-benar membuatku takut, daa~"
*****
14 Mei 2014
"letakan itu disana, kekiri sedikit, oke"
"yang ini?"
"flower bucket ini, letakkan disitu. oke"
"kau tampak sibuk dev?"
"yah?"
"kelihatannya kau sibuk, aku ingin bicara sebentar saja"panggilku dengan lembut.
"eum baiklah"
     aku menyesap coffee chocomilk yang Devi buatkan untukku.
"terima kasih"
"sama-sama, apa yang ingin kau bicarakan?"
"jangan serius setidaknya pikirkan badanmu, lagi pula pernikahan ini sederhana hanya keluarga kerabat dan sahabat terdekat saja"
"Tari ini acaramu, aku ingin membuat pernikahan yang setidaknya berkesan dan hanya sekali seumur hidupmu. biarkan aku berusaha"
"tapi aku tak ingin kau sakit jika terus bekerja"
"tak ada yang perlu dicemaskan, persiapkan diri untuk hari itu tiba. mengerti?"
"devi, aku perlu sedikit bantuan disini" kudengar sahutan dari salah satu temannya.
"kau dengar, sebaiknya aku kembali sebelum semua bertambah rumit. bye~" sambil menepuk punggung tanganku pelan. dan berlari menuju temanya.
     Devi adalah seorang WO yang cukup terkenal didunia. hasil dekorasi pestanya tak main-main. memang bisa diacungi jempol.
"maafkan aku"  suaranya masih terdengar ditelingaku sambil menggaruk tengkuknya pelan.
     aku tertawa kecil melihatnya.
"astaga apa yang kau tertawakan sayang?" Dito mengusap puncak kepalaku.
"apa yang kau lakukan?"
"menyapa istriku"
"istri, kita bahkan belum mengucapkan janji suci itu"
"ah benarkah? aku tak sabar"
"sabarlah menanti dan jangan sembarangan menyentuhku, kau bisa membuat jantungku lepas tiba-tiba"
"jangan, jika jantungmu tak berdetak lagi maka tak ada artinya lagi aku hidup"
"uuuhhh, rayuanmu benar-benar ampuh, liat bulu romaku merinding kau buat" 
meninggalkannya adalah satu-satunya jalan agar aku bisa kembali menghirup udara segar, berada didekatnya seolah ia mencekik leherku dengan kuatnya dan tak ingin melepaskannya begitu saja.
*****
21 Mei 2014
mataku sesekali melirik ke arah cermin besar didepanku.
"apa aku sudah cukup cantik untuk bersandi dengannya nanti"
 "kau sudah cukup cantik sayang"
"ibu?"
"eum, tak ada yang perlu dikhawatirkan. Kau terlihat sempurna" mendekatiku.
"terima kasih ibu" aku memeluknya haru.
"tidak ku sangka akan secepat ini melepasmu"
terdengar isakan kecil dipundaku, tetes-tetes air mata mulai menggenang disana.
"sudahlah jangan menangis bu, ibu masih bisa sering berkunjung ke rumahku nanti. mengasuh cucu ibu"
"ketika kau mngucapkannya terdengar bahagia, baiklah" ia mengusap pipi dan matanya. "tak ada yang perlu dikhawatirkan, aku menyerahkanmu ketangan yang tepat"
"tentu saja ibu" terdengar suara dari balik pintu.
aku menoleh sesaat.
"sejak kapan kau ada disana?"
"cukup lama untuk mengetahui apa saja yang terjadi"
"cih!"
"sayang bersikaplah sopan padanya"
"dengarkan kata ibumu"
"ibu akan meninggalkan kalian berdua"
"ya bu"
ibu meninggalkanku dengannya. aku bisa melihat meski aku tak menatap kedua bola mataya, betapa rapuhnya ia dibalik senyum tegarnya. saat detik-detik aku nyaris meninggalkan dunia, dialah yang berjuang untukku, bahkan saat aku mengingat semua masa-masa kelam itu, dia yang ada untuk mengusap air mataku dan mengusap puncak kepalaku sambil berkata 'semua akan baik-baik saja, karena semua akan indah pada waktunya'.
"tak ada penyesalan setelah janji suci terucap"
"aku tahu"
"tak ada kecewa setelah kita berkeluarga"
"eum, aku tahu"
"dan hanya akan ada kebahagiaan hingga maut memisahkan"
"kalau untuk itu aku tidak menjaminnya"
"kenapa?"
"pria yang lebih keren darimu masih banyak diluar sana, mungkin aku akan tertarik untuk berselingkuh"
"maka aku tidak akan membiarkan itu terjadi"
"lalu apa yang akan kau lakukan?"
"maka aku akan mengurungmu didalam kamar dan tidak membiarkanmu menghirup udara lagi meski hanya sedetik saja"
"auuh, kau benar-benar tau cara membuatku merinding"
"mungkin setelah ini kau akan tau titik sensitifmu"
"asshh, sudah pergilah, yang ada kau membuatku tambah takut"
"baiklah- baiklah, setelah ini persipakan diri. akan ada banyak tamu disana"
"ya aku tau"
*****
"bersulang!"
"bersulang!"
    Senyum bahagia bisa terukir dibibir mereka, mereka sosok yang telah menemaniku melewati masa sulit di hidupku. 
    Ayah figur yang sangat tidak perduli pada, awalnya. bahkan hanya untuk menanyakan kabarku setiap paginya sangat jarang terjadi, saat pagi tiba hanya ada aku dan ibu dimeja makan itu. meeting, kerja malam, berangkat terlalu pagi sudah menjadi rutinitasnya setiap hari. tetapi disinilah ia, tertawa bersama, sudah lama kau tak mendengar tawanya.
    Ibu sosok yang sangat menginspirasiku disegala bidang. ia kuat. tegar. pemberani. dan lembut. satu kesalahanku aku sudah terlanjur terlalu menyayangi dan mencintainya, sampai-sampai aku terlalu takut jika suatu hari nanti Tuhan akan mengambilnya dariku. 
    Devi, gadis imut berkulit sawo matang bertubuh gempal namun sedikit ramping. bukan berati ia gemuk, kegempalanya bisa diartikan, berisi. dialah sahabat yang menemaniku saat disekolah, yang selalu menyemangatiku saat aku terpuruk, yang selalu mengusap arimataku saat aku bersedih dan yang selalu meraih pundaku 'tenang aku ada disini' dengan lembutnya. saat bersamanya, senyuman selalu menghampiriku, dan kau bahagia akan itu.
    Dito, pria misterius yang tiba-tiba datang kepadaku. dan secara posesif selalu berada didekatku. awalnya aku tak nyaman akna semua itu, tapi entahlah. jantungku tak pernah normal saat berada didekatnya. dan akhirnya ka menyadari, aku tlah jatuh hati padanya.
    Aku sedikit menyesap wine yang kini tengah ku pegang.
"selamat atas pernikahanmu"
"eum, terimakasih dev, terima kasih juga untuk segalanya"
"ah bukan apa-apa"
"mulai sekarang turuti kata suamimu"
"ya ibu"
"kau dengar? turuti kaata suamimu"
"aku tau tak perlu mengulangnya" aku mencubitnya pelan
"auch, ini belum waktunya jangan menggodaku"
"siapa yang menggodamu?"
"kau"
"astaga ada kami disni, bermesraanlah setelah malam tiba jangan disini" ibu menepuk tanganku pelan.
"kalian sungguh menggemaskan" sahut Devi. "benarkan om?" lanjtnya.
"ya tentu" 
    dua kata singkat darinya namun terdengar seperti ribuan kalimat pujian tengah memasuki telingku. dan aku berharap hariku dipenuhi oleh tawa dan dikelilingi oleh mereka yang menyayangiku.
*****
"satu suap lagi"
"tidak"
"ayolah satu suap lagi, setelah itu kau bisa bermain lagi, ayah janji"
"aku tidak mau ayah, perutku sudah tak bisa menampungnya lagi"
"ayolah, kau baru memakan 3 suapan"
"jangan terlalu memaksanya"
"tapi, setengah saja tak ada, dia akan tetap kurus kalau seperti itu"
"ibu..."
"ayo, sebaiknya kita mandi, badanmu kotor dimana-mana dan sepertinya adikmu didalam sini menginginkan kita mandi bersama" kataku sambil mengelus perutku yang tidak lagi rata.
"benarkah? benarkah ibu. vivi ingin mandi kalau begitu"
"lihat? jangan terlalu memaksanya"
"ya, kau memang selalu bisa merebut hatinya. baiklah ayo kita mandi bersama" ia mengecupku pelan.
"ayo!!" ajak vivi dan Ditopun mengangkat vivi, melambungkanya ke atas.
   aku terdiam lalu tersenyum sesaat, inilah hal yang paling kusuka melihat mereka bersama.
"apa kau mau berdiam diri saja disana. sebaiknya kita bergegas."
"ibu!! ayo kita mandi bersama"
"hei, apa yang kau lakukan padanya?!"
THE END


huaaaaaaa!!! ceritanya selese, tapi cintaku padanya tak akan pernah ada habisnya. maaf kalo ada kata-kata nyerempet gak baik. cuma mau bikin yang romantis.  baiklah. terima kasih untuk kalian silent reader yang selalu membaca cerita-cerita pendek dariku. *bow. dan selamat menanti project cerpen selanjutnya, believe in your dream, give some effort on it, then you'll get what you want in the future, never give up and keep tryin. say good bye. 

Comments

Popular posts from this blog

RAHASIA KANI SIPI: PERTEMUAN

STORY OF MY LIFE

Just Believe Part 15