RAHASIA KANI SIPI : BENANG MERAH

RAHASIA PART 1
BENANG MERAH

    Sipi, seorang gadis berambut panjang coklat. memiliki bola mata secerah senja. kulit putih cenderung coklat, tengah menikmati nikmatnya angin dibawah beringin tua yang sudah cukup berumur. Yang ia tau beringin ini sudah cukup tua, mengingat beringin inilah yang selalu menjadi tempat pengaduannya. tak begitu jauh dari rumahnya, hanya berjarak beberapa meter saja. saat ibu dan ayahnya bertengkar, satu-satu yang hanya bisa ia lakukan adalah berlari menuju beringin itu dan memuntahkan segala isi hatinya tanpa harus malu. Hampir sepanjang siang selama hidupnya ia lalui bersama beringin itu bahkan ia menamainya "Kani" seperti saat ini contohnya. orang tuanya memutuskan untuk berpisah. 

"kani.... hey kawan bagaimana kabarmu hari ini. kau semakin tampak banyak keriput. oh aku mengerti, apa kini kau bosan mendengar ceritaku?"
tak ada jawaban.
"tak ada jawaban? biasanya kau akan menggoyangkan daunmu jika kau menerimaku"
tiba-tiba angin kembali menerpan sipi
"hari ini lumayan berangin, apa kau tak kedinginan? kau boleh meminjam jaketku"
sembari meletakan jaket biru kesayangannya menutupi akar "Kani" yang besar, meski Sipi tau semua yang ia lakukan sia-sia.
"1...2...3...4 hari ini daunmu banyak yang gugur, apa kau turut merasakan kesedihanku?" 
    Ia menyandarkan punggungnya di dahan besar Kani, memandang langit biru dengan awan putih yang beriringan, menggumpal seperti permen kapas putih di taman hiburan 10 tahun yang lalu. saat Sipi masih berusia 8 tahun, dan ia sangat menyukai permen kapas putih.
"itu terlihat seperti salju ayah, belikan Sipi satu, ayah!"
"baiklah sayang"
    
Sipi berusaha menyelami kenangan indah itu, indah memang saat mereka masih sangat harmonis, saat usia pernikahan mereka masih berumur jagung, Sipi hadir diantara mereka, betapa bahagianya mereka saat itu, begitu mendengar tangisan pertamaku.

"lihatlah matanya, ia memiliki matamu. oh oh betapa indahnya"
"dia anakmu andi, tak ada satupun yang serupa denganku."
"tidak-tidak perhatikan bibirnya, ia memiliki bibirmu"
"kau benar"
    Kani membisikannya sesuatu, dibantu dengan hembusan angin yang mulai melewati dua makhluk ciptaan Tuhan yang indah ini.

"baiklah aku mengerti, ini waktuku untuk pulang. apa kau yakin tak menginginkanku lebih untuk bersandar disini? kau yakin tak akan rindu padaku? kau tahu ini tahun terakhirku aku harus mengulang pelajaran agar bisa lulus dalam ujian nasional nanti"
    Kani tetap menggerakkan daunnya.
"baiklah, aku tahu aku tahu"

    Sipi mengerti maksud Kani, ia pasti menyuruhnya pulang.

"Kani apa kau ingat anak laki-laki kecil yang sempat bermain bersama denganku disini bersamamu?"

Kani hanya bergoyang halus. " aku rasa aku melihatnya sore tadi, tapi aku tak cukup yakin, ia tak menggunakan gelang yang pernah kami beli bersama waktu kecil dulu. Bukankah kami berjanji untuk terus menggunakannya kecuali masing-masing dari kami telah memiliki tambatan hati, lihat! aku masih menggunakannya itu berarti aku masih memegang janjiku, tapi aku tak melihatnya di pergelangan tangannya tadi, mungkin itu bukan dia, Gani, benarkan? itu namanya? ya tapi mungkin ia bukanlah Gani yang aku cari. Bagaimana menurutmu Kani?"
    Lagi-lagi Kani hanya bergoyang halus, tapi kali ini dua kali.

"baiklah aku pulang sampai jumpa besok"
    
Mungkin ini saatnya Kani melepas masa lalunya, melupakan Gani bocah kecil yang pernah menemaninya bermain saat orangtuanya bertengkar dan memutuskan untuk berpisah, adalah saat-saat tersulit dalam hidupnya. 

"kusimpan saja ini setidaknya 18 tahun aku menjaga benda ini"
  
  Sederhana namun bermakna, 15 hari singkatnya ia lewati hanya bermain bersama Gani, dulu. tapi kini Sipi yakin ia harus melepas Gani dari pikirannya, dan dari hidupnya. Begitu ia melempar tubuh mungilnya ke atas kasur, ia terlelap yang membawanya ke alam bawah sadarnya dengan segala imajinasinya, setidaknya disana ia bisa merasa bebas dan menjadi ia yang ia rindukan yaitu masa kecilnya.

     Satu hari lagi yang melelahkan setelah bergelut seharian dengan persiapan memasuki sekolahbaru, yang membuat jadwal terbang Sipi sangat padat, bahkan hanya untuk menghirup oksigen saja rasanya sulit, mengingat dipagi hari ia harus bangun pagi-pagi sekali, menyiapkan sarapanya sendiri, dengan maksud tak ingin merepotkan ibunya yang harus mencari uang demi dirinya, mulai dari pergi pagi pulang malam, apa pagi ini ia masih harus membebani ibunya dengan bermanja-manja dibahunya dan mengatakan 'ibu sarapanku' dengan manja, lalu ibunya akan bangun dari pembaringan dan menuju dapur untuk membuatkannya roti panggang kesukaannya. Mimpi!. Sipi kebih memilih berkutat dengan kacamata besarnya lalu dengan telaten mengoleskan selai ke atas rotinya seperti sedang ujian akhir nasional, kemudian membuat susu coklat hangat untuk teman roti panggangnya itu.
    Ia berlari kecil menuju kamarnya setelah menyantap habis sarapannya untuk mengambil tas sekolah merahnya. Jam tanganya mulai menunjukan pukul 05.30 tap ia sudah bersiap-siap akan pergi sekolah. wajar saja jarak sekolahnya dari rumah tidaklah dekat, 23km cukup memakan waktu 30-45 menit karena ia harus menggunakan angkutan umum bis untuk bisa sampai disekolah oleh karena itu ia harus bernagkat pagi sekali.

   Sipi sedikit berjingkat kearah kamar ibunya, mengetuknya pelan lalu mengintip sedikit dari celah yang ia buat, jika ibunya sudah bangun maka ia akan masuk dan berpamitan, tapi jika belum ia biasanya menuliskan surat kecil untuk ibunya yang menytakan bahwa ia berangkat sekolah dan seperti biasa akan pulang senja. Lalu ia tempelkan di kulkas, dan nanti malam ibunya yang akan membalasnya, beginilah cara mereka berkomunikasi satu sama lain. Ibunya masih terlelap, ia mengeluarkan sticky note dari tasnya menuliska kata-kata rutinnya setiap pagi bila ibunya belum bangun, menempelkannya lalu pergi.

"Pak! SMU 1 musiman?" 
"Iya neng mas"

  Tanpa mereka sadari takdirlah yang membawa mereka pagi ini.

Comments

Popular posts from this blog

RAHASIA KANI SIPI: PERTEMUAN

STORY OF MY LIFE

Just Believe Part 15