8 JB

JUST BELIVE

     well, aku mengakui detik-detik kematianku sudah lewat. tapi tidak bisa dipungkiri jika tiba-jiba jantungku berhenti berdetak dalam keadaan seperti ini. nafasku tercekat, aku hampir tak bisa bernafas. tangan pria kekar tengah mencengkram erat pinggangku.
"just stay for a while"
     ia masih mencengkramnya, aku menggeliat gusar. aku masih tak nyaman dengan keberadaannya meski pria ini pernah memenuhi memoryku untuk aku didunia yang lain, dan hatiku masih tertuju padanya. tapi tetap saja, aku masih terlalu shock untuk enerima gamparan sekuat ini dipipiku, tidak dipinggangku. bukannya merasa bosan, ia malah mempererat cengkramannya saat ia mengetahui bahwa aku berusaha menjauh darinya.
"aku mohon"
     astaga, kini wajahnya menusuk tengkuku dari belakang. bahkan deru nafasnya begitu terasa. untuk beberapa saat, kami tetap pada posisi ini. well, sebenarnya aku nyaman akan dekapannya. tapi tetap saja, malaikat maut bisa saja datang disaat seperti ini. dengan kondisiku yang masih sangat dibawah sehat harus menerima pelukan dari seseorang yang bahkan belum kau kenal jelas. meski ia pernah melintas tetap saja itu dulu, dan mimpi. tapi ini?.
     ini salahku juga, kenapa aku tidak membalikkan badanku saat menariknya keranjang. dan kenapa aku tak dapat merasakan guratan saksi dari pengabdian ibuku selama memeliharaku. 
"dasar bodoh, bodoh, bodoh" pekikku dalam hati sembari memukul kepalaku pelan. pelan? tentu saja aku tidak mau menambah tittle kebodohan dengan memukul diri sendiri sebegitu kuat yang nanti akan menyebabkan otak ini bermasalah.
"kau tak perlu menyakiti dirimu sendiri, jika kau merasa tak nyaman kau bisa mengatakannya"
     kata-katanya membuatku membisu ditambah lagi dengan tangannya yang kini tengah menggenggam tanganku yang tadinya kugunakan untuk merutukiki.
"apa kau ingin aku beranjak?"
     apa ini? pertanyaan macam apa ini? aku harus mengiyakan atau tidak? disatu sisi aku merasa nyaman karena perasaan ini, disisi lain aku merasa dsedikit tak nyaman. aku harus memilih yang mana.
     tak kunjung mendapat jawaban, kepekaannya membuat ia mengalah. pria ini mulai beranjak. 1 cm lagi ia bergerak terlepaslah untaian tangan mereka. 
"sebentar, sebentar lagi"
     perasaanlah yang membimbing.
"mungkin sebaiknya bertahan seperti ini hanya untuk sementara tak apa"
"kau yakin?"
"hmm.."
"baiklah"
     tak dapat dipungkiri, aku memang terlanjur terhanyut dalam pesonanya. 15 menit berikutnya, aku mendengar suara dengkuran.
"tampaknya kau benar-benar lelah, tidurlah setidaknya aku bisa menghilangkan bebanmu sesaat. meski nanti saat kau bangun kau harus menghadapi realita kehidupan yang sungguh membuatku muak sekaligus bahagia. setiap hari untuk kedepannya mungkin aku akan terus melakukan perang batin dengan diriku sendiri. disatu sisi aku bahagia Tuhan memberiku kesempatan untuk hidup, meneruskan sisa perjuangan... karena ku tahu Tuhan mengirim.... (kamu utnuk mengisi diari putihku dengan tangisan candaan bahkan loudly laugh. i love you )"
     aku menggantungkan kata-kata terakhir dari monolog ku. tak mudah bagiku untuk mengucapkannya secara langsung. ditambah lagi diruangan ini hanya kita berdua. yang aku bingungkan adalah, disaat menegangkan seperti ini, kenapa mereka tak kunjung datang. kuasa Tuhan untuk mengatur kehidupanciptaan-Nya.
"tak seharusny kau menggantungkan ucapan seperti itu"
     what!
"katakanlah"
     what!
"ayo, aku pendengar yang baik"
     WHAT!
"jika kau tak kunjung mengatakannya aku akan memaksamu"
     ia membalik posisiku, yang tadinya membelakangi sekarang wajah kami hanya berjarak 5 cm. satu gerakannya bisa membuat bibirku tak perawan lagi.
"kau tidak ingin ciuman pertamamu diambil secepat ini bukan? kalau begitu katakanlah"
"tapi....... ini menyangkut......"
     astaga wajahnya, kenapa dia bisa begitu... begitu... tak dapat dideskripsikan.
"jadi kau kebih memilih untuk dipaksa, baiklah nona. persiapkan diri"
ia mulai bergerak maju. 4 cm. semakin dekat. 3 cm. semakin deekaat. 2 cm. aku memejamkan mataku.
haruskah aku menerima ciuman ini atau menjaga kesucian tubuh ini. 1 cm. aah Tuhan jaga aku. 0.5 cm. ia mulai memicingkan kepalanya. 0.5 sebelum mencapai bibirku aku mengatakannya.
"aku mencintai....."
"sayang maaf menunggu diluar hujan sangat deras. kami tak dapat kembali!"
     perkataannya terdengar dari depan pintu. dengan sigapnya pria ini turun dari ranjangku.
"ah dit apa yang kau lakukan?"
     keberuntunganku, mataku masih terpejam.
"ia tidur sedari tadi. aku hanya menemaninya" tuturnya
astaga dasar pria actor. tapi setidaknya keahlian itu dibutuhkan.
"tari bangunlah, tak seharusnya kau tidur saat ada tamu"
"ah ibu biarkan sebentar lagi.... sebentar saja" actingku mulai berpolah
"tak bisa kau harus bangun, setidaknya bukalah matamu sedikit"
     akupun mengerjap, ibuku membantu menegakan badanku pada sandaran ranjang
"ini nyonya handaya, dan ini anaknya dito"
"tari... tari...."
     wanita paruh baya ini menghampiriku.
"kau cantik seperti ibumu, andai kau bisa menjadi menantuku"
     aku menyambut tangannya untuk sekedar menghormatinya.
"aku tak begitu can.."
"tidak kau cantik"
"lihat bahkan dito pun setuju, benarkan sayang?"
     ia mengelus pipiku lembut.
"berbincanglah kalian berdua ibu dan nyonya handaya akan pergi sebentar"
     mereka pergi meninggalkanku, lagi? astaga baru saja aku bersyukur setidaknya Tuhan menjagaku dari pria ini. meski aku menyukainya bukan berarti aku bersedia memberikan tubuhku padanya. kebanyakan wanita saat ini tidak pernah berpikir dalam urusan bercinta. menyerahkan tubuhnya begitu saja hanya untuk percintaan sesaat. hebat! aku masih dapat berkata seperti ini setelah apa yang terjadi beberapa menit yang lalu. hei tapi ini situasinya berbeda. setidaknya ia tidak menyentuh yang lain selai pinggang. aku masih bersyukur. menjaga aset paling berharga sebagai wanita adalah yang tersulit. bisa saja setan merasukimu sesaat maka tamatlah riwayatmu.
"tak bisakah kau lanjutkan pembicaraan kita tadi?"
"pardon me?"
"kau tak bisa mengelak"
"mungkin aku tak bisa mengelak, tapi tak bisakah aku membiarkan ini menjadi privasiku sendiri?"
"baiklah bagaimana dengan sesuatu yang tadi sempat terham?"
bruk!
     aku melempar bantak kearahnya
"lupakan!"
     mati aku mukaku pipiku merah pada. sesaat setelah bantal itu ku lemparkan kearahnya aku membenamkan wajahku dalam balutan selimut.
"aku tahu kau merah padam saat ini, bukankah sudaj kukatan kau tak bisa mengelak"
"kubilang lupakan!"
"baiklah nona besar"
     kini ia duduk di pinggir ranjangku. ia mengelus punggungku pelan.
"aku tahu tak mudah bagimu untuk menjalani hidup setelah apa yang ter..."
"memangnya apa yang terjadi?"
"maaf, toilet"
"memangnya apa yang terjadi?" ia beranjak namun aku menahan tangannya.
"urusan belakang tak bisa ditahan, maafkan aku. biarkan aku ke toilet sebentar"
"berjanjilah kau akan kembali"
"aku tak bisa berjanji."
"maka aku akan mengikutimu kemanapun"
"terserah padamu" 
ia beranjak pergi. seperti kataku aku mengikutinya. benar ia pergi ke toilet.
5 menit.... 10 menit.... 
"hei tuan kenapa kau tak kunjung keluar?"
"setidaknya paggilah namaku. aku memiliki nama"
"apa kau ingin aku berdiri terus?"
"bukan aku yang menyuruhmu begitu"
"setidaknya berikanlah sedikit respectmu tuan"
"sudah ku katakan panggil namaku"
     brak! ia menggeram. membuatku yang tadinya menguping terjatuh ke dadanya. ia terdorong oleh bebanku. detik-detik aku kehilangan......
TBC JB 9 NEXT...........

Comments

Popular posts from this blog

RAHASIA KANI SIPI: PERTEMUAN

STORY OF MY LIFE

Just Believe Part 15