5 JB

Just Believe
       Perasaanki kali aneh, secara tiba-tiba Devi tutup mulut. Beberapa tahun terakhir, dia tidak pernah seperti ini sebelumnya. Kami selalu jujur satu sama lain, meski hanya masalah sepele. Prinsip kami adalah jujur dan percaya kunci utama. Tapi kaliini ia melanggar itu. 
"Dev, sebenarnya ada apa?"
       Mungkinkah? Aku rasa tidak. Akuyakin ini semua tidak ada hubungannya dengan mimpi itu. Tapi rasa itu begitu nyata, hanya dia yang ada disampingku. Atau?.
"Aish! Apa yang kau pikirkan? Dia itu sahabatmu. Tentu saja tidak mungkin."
       Kenapa hari ini taman begitu ramai? Mungkinkah aku melewatkan sesuatu.
"Permisi, boleh saya bertanya?"
"Oh tentu, kenapa taman hari ini begitu ramai?"
"Oh, akan ada festival spesial hari ibu. Apa anda juga mengikutinya?"
"Oh, itu tidak mungkin. Baiklah terima kasih"
"Ya"
       Untuk beberapa alasan aku benci menghadiri fetival sepert ini. Mengingat tiga tahun terakhir, orang tua jarang dirumah. Bahkan bertatap muka saja bisa ku hitung dengan jari dalam sebulan. Mungkin jika aku mati baru mereka merasakannya. Merasakan bagaimana di tinggal orang tercinta. Disaat aku terpuruk, barulah mereka ada. Sebagai perempuan dan calon istri, aku mengerti alasannya jarang dirumah, suami. Ya, ayahku. Ah aku malas memikirkannya. Aku masih memikirkanmu Devi.
"Sebaiknya besok aku menanyakannya"
       Hei, sosok itu sepertinya aku mengenalnya. Rei!. Ada dua pilihan sekarang. Pertama menghampirinya, tapi aku takut yang ada dia tidak mengingatku. Kedua tak menghampirinya, namun ini menyiksa hati. Ah silir, disaat seperti ini angin silir sangat dibutuhkan. Menyingkirkan pilihan itu sejenak, mencoba meresapi angin ini.
"Hei!"
       Astaga. Aku melonjak kaget, reflex dengan kedatangannya yangtiba-tiba dan tak terduga. 
"Taukah kau? Kau hampir membuatku jantungan?!"
"Woa! Oke oke i'm sorry. Take it easy"
"Well yeah. Ada apa?"
"Nothing"
"Nothing?! Kau mengagetkan ku hanya ingin bilang nothing. Wow great!"
"Maaf, aku tak bermaksud"
"Yeah i know. Tapi bukan begitu caranya"
"Maafkan aku"
        Apa ini? Dia memohon dan menggenggam tangaku? Rei aku ohon jangan buat cintaku pasang surut. Aku bukan boneka. Aku tau, wanita hanya bisa menunggu. Menunggu untuk waktu yang lammma. Tapi bukan begini cara kau memperlakukanku. Sesaat kau lembut bagai salju, keesokannya kau bisa saja menjadi kaku bahkan kau membentakku.
"Apa yang kau lakukan?"
"Aku hanya tak ingin tanganmu membeku"
       Aku menjadi lebih hangat.
"Sebenarnya, apa yang kau lakukan disni?"
"Mengikutimu"
       Mengikutiku? Astaga jantungku berdegupmkencang wajahku memerah seketika.
"Oh,oh,oh! Lihat wajah itu. Kau memerah dan memanas"
"Tidak!"
"Kau tidakmbisa menyembunyikannya Tari. Pipi itu tidak bisa membohongiku"
       Baru saja ia menyebut namaku dan dia tahu cara mematiakn gerakanku. Aku dibuatnya mati rasa. Apa ini? Kali ini dia mencubit pipiku gemas. 
"Bukankah sudah ku katakan tidak!"
"Baiklah. Kau tak perlu membentakku. Aku hanya bercanda. Tujuanku kemari adalah menemani ibuku mengikuti festival hari ibu. Namun aku tidak begitu menyukainya. Diantara gerombolan ibu-ibu membuatku frustasi."
       Dia bahkan memiliki perasaan yang sama dengaku.
"Lalu kau. Tujuanmu?"
"Taman ini masuk dlam jadwal rutinitasku setiap minggu. Aku suka menghabiskan waktu disni. Terutama di pinggir danau ini. Aku pikir ada yang berani mengambil tempat ini, ternyata itu kau. Disini dingin dan menyegarkan. I love being here"
"Baiklah, bagaimana kalau kita melihat lihat tempat ini berdua?"
"Berdua?"
"Ya tentu saja, nanti akan ku perkenalkan kau pada ibuku."
       Dia menarikku dalam pelukannya. Berusaha membangkitkanku dari posisi sebelumnya. Aku bisa merasakan dada bidangnya menyentuh dadaku. 
       Saat matahari sudah mengenai titik puncaknya. Rei membawaku, ke tempat dimana aku bisa bertemu ibunya. 
"Bu!"
"Oh Rei. Anda?"
"Oh halo"
"Jadi sudah saling kenal?. Ibu ini Tari. Tari ini ibu."
"Tari. Wah pacarmu cukup cantik"
"Wah terima kasih. Tapi aku dan Rei tidak..."
"Ya dia pacarku"
"Kenapa kau baru memperkenalkannya ke ibu sekarang?"
       Saat ia bersenda gurau, aku terus memperhatikannya? Pacar? Bahkan mengenalnya saja baru.
"Bagaimana kabar ibumu?"
"Ah maaf"
"Mungkin kau sudah tak mengenaliku dengan baik. Saat di teras rumahmu? Pantas saja aku seperti mengenali wajahmu saat kau bertanya"
"Oh. Maaf"
"Oh tak apa"
"Baiklah, perkenalannya cukup. Aku masih ingin mengajak pecar tercintaku ini berkeliling"
"Dasar anak muda. Jaga dia baik-baik"
"Tentu bu. Percayakan dia padaku"
        Sudahseperti menantu saja. Dalam hati aku mengamini setiap ucapanyangnia katakan. Astaga aku harap ini nyata.
"Sebaiknya kita segera pergi dari sini. Disni terlalu sunyi."
"Tenanglah ada aku"
"Tapi ini membuatku sedikit tak nyaman"
"Sesaat lagi"
       Ia pun membaringkan badannya. Wajahnya begitu tampan. Aku mendekatkan diri. 
"Apa ini?"
Sungguh lembut"

















Comments

Popular posts from this blog

RAHASIA KANI SIPI: PERTEMUAN

STORY OF MY LIFE

Just Believe Part 15