Just Believe
       Aku mendapati diri tengah meperhatikan, sosok yang selama ini telah mencuri hatiku. Dia berjalan menuju ibu pusaka yang selalu disanjung. Bahkan pemimpin negri tak berani menginjaknya. 68 tahun, sudah dia menghiasi negeri. Mengingat perjuangannya begitu kentara, bahkan keringat pengibarnya menusuk indra yang menghirupnya. Inilah aku mengahadap padanya mengacungkan tangan membentuk sudut 45, berusaha memberikan yang terbaik padanya meski ini melelahkan. Saat perhatianku tertuju pada bendera yang terus berkibar, tak sadar aku. Dia!. Kinintelah berdiri di sebelahku.  
 "Ah sialnya aku, kenapa ban itu tak bisa kompromi!. Hei apa kau bernasib sama denganku?"
"Ah?"
"Hei aku bertanya!"
"Maaf, bisa kau ulangi?"
"Sudahlah lupakan saja, aku sedang kesal!"
       Tuhan, apa ini kisahku. Tunjukan aku, jika ya maka bantu aku mendapatkannya.
"Siapa nama mu?"
       Astaga, bukankah baru kemarin kita pulang bersama dan kau menyebut namaku. Tapi sekarang...
"Hello! Aku bertanya nona"
"Namaku? Tari"
"Tari. Rei."
       Dia mengulurkan tangannya. Akupun menyambutkan.
"Aw!aw!aw!"
"Oh maaf! Maaf!"
"Ya tak apa"
       Hei, dia terluka. Aku tak menyadari itu sedari tadi.
"Maaf jika aku boleh bertanya, tanganmu?"
"Kenapa? Oh ini. Ban itu yang melukisnya."
"Ban?"
"Um! Lain kali sebelum pergimaku akan memperingatkannya untuk tidak bocor sembarangan! Sial sekali"
"Oh, jadi itu alasanmu terlambat, lalu kenapa kau berdiri disini?"
"Rosi! Wanita tua yang tak tau diri itu!"
"Tapi, bagaimana bisa"
"Dia menemukanku mengendap-endap di koridor sekolah alhasil. Jangan bilang kalau dirimu korban kegagalan cintanya?"
"Kega..galan cin..cinta?"
"Apa kau tidak mendengar rumor itu?"
"Rumor?"
"Aissh!. Dasar!. Apa kamu tau kalau dia dimasa mudanya gagal menikah karena tunangannya telah selingkuh?"
"Benarkah?"
"Ya, semua karena Rosi yang selalu bossy dan tak perduli!"
"Oh"
"Oh? Sepertinya kau perlu mencuci pikiranmu dan membersihkannya. Gosip ini sudah menjadi baha pembicaraan satu sekolah dan reaksimu hanya oh? Hebat"
"Jadi, aku harus bagaimana?"
"Berhentilah bicara. Dan dengarkan suara sekitar!"
"Baiklah."
      Untuk pertama kalinya, aku mendengar dia membentakku. Kenapa dia tak selembut kemarin, saat dia mengajakku pulang bersama. Terlihat dia meringis menahan sakit. Merutuki nasib sialnya pagi ini. Mungkin aku adalah pendukung kesialannya.
"Pernah berpikir untuk mencintai seseorang sepenuh hati?"
       Pertanyaan macam apa itu? Lagi-lagi dia melakukan tindakan diluar pikirannya.
"Ya, tentu semua orang pasti pernah saat mereka mencintai seseorang"
"Maka aku bukan bagian dari mereka"
       Aku tersenyum bahagia setidaknya aku mengerahui hatinya belum tercuri. Dan ia masih menjaganya untuk siapapun yang dapat mengambil itu. Bagai misi bagiku, seperti dalam dongeng. Pedang suci itu tertancap sangat dalam disana. Menunggu pahlawan dengan cinta yang sesungguhnya  yang hanya dapat mencabut pedang itu. Aku berharap aku lah pahlawan itu. Namun disatu sisi aku mengetahui bahwa, dia bukanlah tipe orang yang akan menyerahkan hatinya kepada siapapun, maka akan kesulitan bagiku. Dan dari cara ia mengucapkan itu seolah, 'aku tak ingin ada orangyang mengusik hidup damaiku ini'.
"Apa kau pernah berpikir demikin?"
"Ah?, tentu!"
"Deskripsikan padaku"
       Bagaimana bisa aku mendiskripsikannya bahwan orang itu dalah kamu. Rei!m
"Deskripsikan padaku!"
"Baiklah, satu kata untuk pemikiran itu. Percaya."
"Percaya?"
"Sat kau mempercayai hatimu, maka hatimu akan menuntunmu menuju cinta yang sesungguhnya. Sekali lagi percaya dibutuhkan. Saat hatimu mempercayai satu hati. Maka yakinkan dirimu untuk mempercayai hatinya. Hati yang kau sayangi. Setiap orang memiliki definisi percaya itu sendiri. Maka pikirkan itu."
"Tidak bisakah kau membuatnya menjadi sederhana? Caramu mengucapkan membuatku bingung!"
"Percaya akan cintamu, maka cinta akan mempercayaimu"
"Ah!"
"Apa sekarang kau memahamiya?"
"Hm!, tentu"
       Pembicaraan panjang ini terputus oleh bunyi bel yang mengagetkan aku.
"Sebaiknya kau kembali, sebelum Rosi mengamu!"
"Sekali-sekali panggil lah dengan sebutan ibu"
       Dia sidah berlalu. Aku masih tak mengerti dengan jalan anak itu. Satu sisi ia lembut. Sati sisi ia sedikit........ . Tuhan, boleh kah aku mempercayakan hatiku padanya?
       Bruk!
       Aku menoleh.
       Aku mengerjap berusaha, membuka cakrawala dunia. Nafas ku tercekat kala tanga hangat memegang tangaku. Aku tak sanggup menoleh. Ini hangat. Begiitu hangat. Perasaanku damai dalam genggamannya.
       Aku kembali tertarik kedalam alam khayalku. I'm the maincast. Pria itu terus merutukiku dengan kecaman tajam. Aku hanya bisa berkaca. Kenapa ia tak menydahi semua ini. Tuhan, sudahi mimpi ini. Aku bukan bonekanya, aku tak ingin terus berada dalam skenario memuakkan ini.
"Ayo ikut aku"
       Seseorang menarikku, ia mengecupku hangat. Aku berusaha mendapatkan kejelasan akan rupa pemilik firstkissku ini.
"Sayang bagunlah."
       Manusia ini terus memelukku. Aku kembali tersadar"
"Hei apa yang kau lakukan?"
"Tenanglah ini aku"
"Oh, aku kira pria mesum itu!"
"Aku bersumpah dia tak akan menyentuhmu tidakkah kau merasakannya......"
       Secepat kilat ia mengatupkan kedua bibir ranumnya.
"Apa? Sesak dadaku? Jika memang itu, maka kau lah pelakunya."
       Tampak ekspresi yang sedikit..... . Aku berusaha memahami itu.
"Dev?"
"Aku mohon"
Tbc
.


  

Comments

Popular posts from this blog

RAHASIA KANI SIPI: PERTEMUAN

STORY OF MY LIFE

Just Believe Part 15